Cara Kuno Persiapan Pembatikan

Kamis, Juli 24, 2008

Mungkin tehnik ini sudah banyak ditinggalkan oleh para perajin batik dewasa ini. Namun berhubung saya beranggapan banyak batik-batik kuno menjadi suatu karya yang sangat elegant dan masterpiece telah melewati proses pengerjaan dengan cara kuno, maka saya beranggapan bahwa proses ini perlu dipaparkan. Sebelum proses produksi batik pada jaman dulu akan melewati proses persiapan sebagai berikut: memotong kain mori, mengetel, menganji dan mengemplong.

Memotong kain mori; Mori biasanya masih dalam bentuk gulungan, satu gulung sering disebut satu piece. Tiap satu piece berukuran panjang 48 yard atau sekitar 43 meter. Biasanya satu piece akan dipotong menjadi 19 atau 20 lembar kain yang nantinya akan dibuat menjadi tapih/kain jarik atau sarung.

Mengetel; Karena mori dari pabrik yang diperdagangkan selalu dikanji cukup tebal. Untuk membuat batik dengan kwalitas bagus maka perlu dihilangkan kanji itu dan hal ini tidak cukup hanya dengan mencuci biasa, melainkan diketeli dan lalu dikanji ringan. Ada pun cara mengetel yang biasa dilakukan ada beberapa macam; mengetel dengan minyak kacang dan kostik soda, minyak kacang dengan londo merang (tangkai padi) serta mengetel dengan minyak kacang dan soda abu. Terkadang pada jaman dulu minyak kacang digantikan dengan minyak klentheng.
Untuk tehnik lengkapnya nanti akan saya paparkan di lain postingan.

Menganji; Kain mori yang akan dibatik perlu dikanji agar lilin atau malam tidak melebar ketika ditorehkan dan kelak jika dilorod akan mudah. Cara menganji akan saya sampaikan nanti.

Mengemplong; Kain mori yang telah dikanji perlu diratakan agar ketika dibatik nanti akan mudah. Garis malam tidak patah atau pun bengkok.

Itulah sekilas tentang persiapan para leluhur kita dalam memproses karya mereka. Masih adakah yang melakukannya dewasa ini? Masih, tapi hanya beberapa gelintir orang. Saat ini banyak yang bermoto, produksi cepat dapat duit cepat dan mungkin, habisnya cepat ya... Hehehe...

Oportunis Kotor Batik

Selasa, Juli 22, 2008

Dengan naik daunnya batik sebagai pilihan berbusana, Euphoria Batik, secara alamiah telah melahirkan para penangkap kesempatan. Hal ini tidak mengapa dan merupakan hal yang lumrah. Namun akan menjadi tidak wajar dan lumrah jika mereka menghalalkan segala macam cara sebagai sarana untuk menjejali pundi-pundi mereka. Rasanya lebih tepat untuk menyebut mereka sebagai Oportunis Kotor Batik. Modus operandi yang biasa mereka gunakan secara garis besar ada dua macam; Pertama, membuat dan atau menjual tekstil sablon motif batik sebagai kain/bahan/busana batik asli. Kedua, membuat dan atau menjual batik BS (barang salah/afkir) sebagai batik antik/kuno. Okelah, kalau dalam melakukannya mereka fair bahwa yang mereka buat atau jual tersebut sebagai sablon motif batik atau batik upgrade yang berkesan kuno.

Ada sebuah ilustrasi begini: Seorang turis Belanda ingin sekali mengoleksi batik. Dia membeli beberapa lembar, sebagian berlabel "Batik Tulis Halus Asli", yang lainnya, "Batik Antik". Dengan bangganya sang turis membawa pulang ke negaranya, digadang-gadangnya barang-barang itu. Betapa kagetnya, setelah dia kasih unjuk ke kurator tekstil museum Leiden ternyata semua barangnya itu palsu. Dan dengan sengitnya dia mengumpat, "batik's junk handycraft from junk people." Nah..

Euphoria Batik

Kita pasti melihat akhir-akhir ini di banyak acara stasiun TV, busana batik menjadi pilihan para pengisi acara tersebut, dari mulai host sampai terkadang kru di lapangan menggunakan busana batik. Apakah hal ini hanya terjadi di stasiun-stasiun TV saja. Ternyata tidak, coba kita jalan-jalan di Mall, Perkantoran dan tempat lainnya, dengan gampang kita temukan orang berbusana batik, memang sih, tidak semuanya mengenakan batik, namun setidaknya kuantitas pemakai batik sungguh sangat melimpah dibanding beberapa bulan yang lalu.

Apa yang menyebabkan hal itu terjadi? Untuk menjawab pertanyaan ini secara akurat dibutuhkan riset yang cukup mendalam, namun secara sederhana ada satu hal yang bisa ditengarai sebagai penyebabnya, yaitu blunder dari negeri jiran malaysia yang mengklaim karya-karya adiluhung nenek moyang kita sebagai karya mereka. Karena hal itulah, secercah semangat nasionalisme bangsa ini bangkit, dari mulai pejabat, desainer, perajin sampai katakanlah tukang sapu jalan ikut terusik. Jadilah batik sebagai pilihan berbusana, meski belum menjadi main wearing, namun setidaknya cukuplah dari pada tidak dilirik sama sekali.
Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah para pemakai batik itu sudah cukup kemampuan apresiasinya terhadap batik sehingga tidak hanya menjadi pemakai batik saja tapi bisa meningkat menjadi pengagum batik dan bahkan penikmat batik. Ini menjadi tugas bersama para desainer, perajin batik, kurator batik, kolektor batik, pengusaha batik, pemerintah dan para pemerhati atau penikmat batik lainnya.

Batik sebagai salah satu entitas budaya kita yang bisa bertahan dalam berbagai perkembangan jaman perlu dipahami kaidahnya. Kaidah atau batasan batik itu sendiri telah banyak yang mengemukakannya. Di sini hanya sedikit ingin menambahi, bahwa yang disebut batik adalah pewarnaan pada sebuah media tekstil atau lainnya dengan teknik perintang warna, dalam hal ini yang sering digunakan sebagai perintang warna adalah malam atau wax dalam Bahasa Inggris. Dalam kaidah bahasa, batik berasal dari kata Jawa, mbabar dan titik. Mbabar dalam bahasa Jawa berarti suatu rangkaian kegiatan dengan itensitas yang tinggi untuk memaparkan sesuatu sehingga diperoleh suatu pemahaman atau kesan yang diinginkan. Jadi secara sederhana boleh dikatakan bahwa batik adalah suatu hasil karya yang muncul akibat suatu rangkaian usaha memaparkan suatu kesan dengan merangkai titik. Dan sekali lagi perlu ditekankan bahwa batik bukanlah hanya sekadar bahan tekstil yang bermotif kan batik, tapi kita harus tahu membedakannya...

Dari sudut proses karya, batik saat ini dibagi menjadi tiga kategori; batik tulis, batik cap dan batik print. Batik tulis, yaitu proses membatik (menorehkan. menggambar, menulis) malam/wax pada media kain atau lainnya dengan menggunakan canting. Untuk menggarap selembar kain 2,5 meter dengan proses batik tulis dibutuhkan waktu sekurangnya 2 minggu. Itu untuk motif yang sederhana, sementara untuk motif yang rumit bias mencapai 8 bulan bahkan bisa lebih. Sedang batik cap adalah proses pembatikan (menorehkan malam/wax pada media kain atau lainnya) dengan menggunakan cap/stamp. Untuk kain 2,5 meter dengan proses batik cap dibutuhkan waktu sekitar 2 jam. Sementara batik print adalah proses pembatikan dengan menggunakan cara penyablonan (malam disablonkan). Kain 2,5 meter hanya membutuhkan waktu 2 - 3 menit untuk proses batik print ini.

Dari tiga macam proses batik di atas tadi, terserah kita memilih batik yang mana yang akan kita jadikan sebagai kebanggaan kita masing-masing....